PETI- MASALAH DAN SOLUSI
KASUS
Kasus
Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang banyak terjadi di Kab Landak
Provinsi Kalbar, salahsatunya di sepanjang sungai Landak dan Mandor,
serta Mempawah. Selain aktivitas pertambangan yang tidak
dilengkapidengan izin, juga aktivitas penambangan emas tersebut merusak
alam dan ekosistem sertamenyengsarakan kehidupan warga yang tinggal di
sepanjang aliran sungai, seperti di saat kemarau, sumur warga kering dan
air sungai yang seharusnya dapat dimanfaatkan, sudahtercemar akibat
limbah PETI (Pertambangan Emas Tanpa Izin).
FAKTA HUKUM
1.Maraknya Pertambangan emas tanpa izin di Kab Landak.
2.Pertambangan emas tanpa izin di sepanjang aliran sungai Landak, Mandor, mempawah yang mencemariair sungai akibat Limbah yang dihasilkan dari Pertambangan Emas Tanpa Izin tersebut.
2.Pertambangan emas tanpa izin di sepanjang aliran sungai Landak, Mandor, mempawah yang mencemariair sungai akibat Limbah yang dihasilkan dari Pertambangan Emas Tanpa Izin tersebut.
SUMBER HUKUM
1.Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan- ketentuan Pokok
Pertambangan.
2.Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
3.Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
4.Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
ISU HUKUM
1.Apakah penambangan emas tanpa izin yang resmi dari
Pemerintah dapat melangsungkan aktifitas
pertambangan ?
2.Bagaimanakah tindakan Pemerintah untuk menyelesaikan
masalah yang dirasakanmasyarakat setempat akibat
limbah tambang emas dan penegakkan hukumnya
terhadapkasus tersebut ?
3.Siapakah yang bertanggung jawab atas perbuatan
penambangan emas tanpa izin yangterjadi pada kasus
tersebut ?
ANALISIS
Pertama:
Pentingnya Izin dari Pemerintah Terkait Izin Usaha Pertambangan
Berdasarkan Pasal 1 UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan menyatakan, bahwa “
Semua bahan galian yang terdapat dalam wilayahhukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia dan oleh
Pentingnya Izin dari Pemerintah Terkait Izin Usaha Pertambangan
Berdasarkan Pasal 1 UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan menyatakan, bahwa “
Semua bahan galian yang terdapat dalam wilayahhukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia dan oleh
karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh Negara untuk sebesar-besarnyakemakmuran rakyat
“.
Pasal tersebut membuktikan bahwa setiap warga Negara Indonesia dapatmemanfaatkan sumber daya alam yang ada, namun tetap mematuhi peraturan-peraturandaerah yang ada, bahwasanya setiap pendirian bangunan ataupun usaha harus adaizinnya.Penambangan emas tanpa izin yang resmi dari Pemerintah, tentu dan sudah pasti dilarang dan merupakan suatu aktifitas yang illegal. Diwajibkannya setiap usaha untuk mengantongi izin usaha ialah merupakan upaya pemerintah dalam pengelolaan danpemantauan terhadap lingkungan, seperti yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) UU No.
11 Tahun 1967, bahwa “
Usaha pertambangan yang ada hanya dapat dilakukan oleh perusahaan atau perseorangan yang tersebut dalam pasal 6,7,8 dan 9, apabilakepadanya telah diberi kuasa pertambangan
“. Isi pasal tersebut menunjukkan bahwa
yang dapat dan dibolehkan untuk menjalankan usaha pertambangan ialah mereka yangtelah mengantongi izin dan syarat-syarat lain yang menyertai dikeluarkannya izintersebut.Banyaknya perusahaan pertambangan yang belum mengantongi izin dari instansiterkait merupakan bukti bahwa masih lemahnya pengawasan pemerintah Landak terhadap jalannya aktifitas pertambangan di Kab Landak Provinsi Kalbar. Salah satu contohnyaadalah usaha pertambangan emas di sepanjang sungai Landak, Mandor dan Mempawah pada kasus diatas.Pemerintah diminta untuk meninjau pemberlakuan WPR- Wilayah Perambangan Rakyat.Kedua:
Upaya Penegakkan Hukum oleh Pemerintah dalam Penyelesaian MasalahUsaha Pertambangan Tanpa Izin
Di dalam penegakkan hukum ada dua sarana penegakkan hukum yang dapatdilakukan oleh pemerintah, yaitu langkah preventif ( pengawasan ) dan langkah represif (penerapan sanksi ).
Pada kasus di atas, sarana penegakkan hukum preventif atau pengawasan tidak dapat dilakukan lagi, karena disini posisi perusahaan penambang emas tersebut ialah belum ada atau tidak ada izin pengoperasian, dan pada kasus tersebut terlihat bahwapenambangan tanpa izin tersebut sudah lama beroperasi sebelum diketahuinya bahwausaha-usaha tersebut tidak mengantongi izin. Maka oleh karena itu tindakan yang dilakukan pemerintah ialah melakukan penegakkan hukum dalam bentuk penerapansanksi (represif).
Selain banyaknya perusahaan yang tidak memiliki izin usaha pertambangan, dari pertambangan tersebut telah merusak lingkungan dan merugikan masyarakat sekitarnya, karena terjadi pencemaran lingkungan, yaitu disebabkan olehlimbah tambang tersebut, mengakibatkan tercemarnya aliran sungai.Berdasarkan Pasal 1 angka 12 UU No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup, bahwa “ Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalamlingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingka
tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukkannya “.
Maka pada kasus tersebut pemerintah dapat menerapkan sanksi administrasi yang ada yaitu Bestuurdwang ( paksaan pemerintah ) dan Dwangsom ( Uang paksa ).
Penerapan paksaan pemerintah merupakan bentuk sanksi administrasi berupakarakter yuridis, ialah dilakukan dalm bentuk tindakan nyata untuk mengakhiri suatukeadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi. Dalam penerapan paksaanpemerintah tidak melalui proses peradilan, karena penerapan sanksi ini merupakan wewenang eksekutif sebagai organ pemerintah, tepatnya dilaksanakan oleh Kepaladaerah yang dibantu oleh Satuan Polisi Pamong Praja.
Seperti yang disebutkan padaPasal 148 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 Tentang pemerintah daerah, bahwa Satpol PP bertugas menegakkan peraturan daerah.Gubernur atau Kepala daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan pemerintah untuk mengakhiri terjadinya pelanggaran serta menanggulangi akibat yangditimbulkan oleh pelanggaran berupa aktifitas pertambangan emas tanpa izin. Disini Satuan Polisi Pamong Praja membantu melakukan penghentian paksa aktifitaspertambangan di lapangan, menyegel tempat pertambangan serta menyita barang- barang terkait aktifitas pertambangan. Kemudian, berdasarkan kerugian yang dirasakanmasyarakat, yaitu pencemaran air sungai akibat limbah pertambangan. Bagi peroranganmaupun perusahaan tambang tersebut juga dapat dikenakan sanksi uang paksa, sesuai dengan Pasal 87 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup menyebutkan bahwasanya Si pelanggar harus melakukan ganti rugi.
Hal ini adalah realisasi dari azas yang ada dalam lingkungan hidup, yang disebut Azas Pencemar membayar, selain diharuskan membayar ganti kerugian, pencemar dan/atauperusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakanhukum tertentu, misalnya memulihkan kembali fungsi lingkungan hidup yang telahtercemari.
Ketiga:
Pertanggungjawaban Tindakan Pertambangan Emas Tanpa Izin.
Mengenai siapa yang tepatnya bertanggung jawab pada kasus di atas ialah perorangan dan perusahaan yang melakukan aktifitas pertambangan illegal tersebut.Bagi perusahaan yang melakukan usaha pertambangan emas tanpa izin tersebutdapat dikenakan sanksi uang paksa berupa uang sebagai ganti kerugian atas apa yangmenimpa masyarakat yang merasakan dampak limbah dari usaha pertambangan tersebut.Bagi mereka atau orang yang berperan vital dalam pertambangan emas tanpa izintersebut, maka dapat dikenakan Pasal 31 ayat (1) UU No. 11 Tahun 1967 TentangKetentuan-
ketentuan Pokok Pertambangan,
Dihukum dengan hukuman penjaraselama-lamanya enam tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Lima ratus ribu rupiah,barang siapa yang tidak mempunyai kuasa pertambangan melakukan usaha pertambangan.
Dari analisis kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa penambangan emas disepanjang sungai Landak, Mandor dan Mempawah Provinsi Kalbar tersebut adalah illegal, karena tidak mengantongi izin dari instansi terkait. Kemudian akibat aktifitas pertambangan emastersebut menimbulkan pencemaran, kerusakan lingkungan hidup akibat limbah yangdihasilkan dari aktifitas pertambangan tersebut, sehingga menyebabkan kerugian bagimasyarakat setempat.
Pada kasus ini upaya penegakkan hukum yang dapat dilakukan pemerintah ialah penerapan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah (Bestuurdwang).
Pemerintah Kab Landak diminta untuk melakukan ijin WPR terseleksi bagi masyarakat Landak.
Pentingnya Izin dari Pemerintah Terkait Izin Usaha Pertambangan
Berdasarkan Pasal 1 UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan menyatakan, bahwa “
Semua bahan galian yang terdapat dalam wilayahhukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia dan oleh
Pentingnya Izin dari Pemerintah Terkait Izin Usaha Pertambangan
Berdasarkan Pasal 1 UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan menyatakan, bahwa “
Semua bahan galian yang terdapat dalam wilayahhukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia dan oleh
karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh Negara untuk sebesar-besarnyakemakmuran rakyat
“.
Pasal tersebut membuktikan bahwa setiap warga Negara Indonesia dapatmemanfaatkan sumber daya alam yang ada, namun tetap mematuhi peraturan-peraturandaerah yang ada, bahwasanya setiap pendirian bangunan ataupun usaha harus adaizinnya.Penambangan emas tanpa izin yang resmi dari Pemerintah, tentu dan sudah pasti dilarang dan merupakan suatu aktifitas yang illegal. Diwajibkannya setiap usaha untuk mengantongi izin usaha ialah merupakan upaya pemerintah dalam pengelolaan danpemantauan terhadap lingkungan, seperti yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) UU No.
11 Tahun 1967, bahwa “
Usaha pertambangan yang ada hanya dapat dilakukan oleh perusahaan atau perseorangan yang tersebut dalam pasal 6,7,8 dan 9, apabilakepadanya telah diberi kuasa pertambangan
“. Isi pasal tersebut menunjukkan bahwa
yang dapat dan dibolehkan untuk menjalankan usaha pertambangan ialah mereka yangtelah mengantongi izin dan syarat-syarat lain yang menyertai dikeluarkannya izintersebut.Banyaknya perusahaan pertambangan yang belum mengantongi izin dari instansiterkait merupakan bukti bahwa masih lemahnya pengawasan pemerintah Landak terhadap jalannya aktifitas pertambangan di Kab Landak Provinsi Kalbar. Salah satu contohnyaadalah usaha pertambangan emas di sepanjang sungai Landak, Mandor dan Mempawah pada kasus diatas.Pemerintah diminta untuk meninjau pemberlakuan WPR- Wilayah Perambangan Rakyat.Kedua:
Upaya Penegakkan Hukum oleh Pemerintah dalam Penyelesaian MasalahUsaha Pertambangan Tanpa Izin
Di dalam penegakkan hukum ada dua sarana penegakkan hukum yang dapatdilakukan oleh pemerintah, yaitu langkah preventif ( pengawasan ) dan langkah represif (penerapan sanksi ).
Pada kasus di atas, sarana penegakkan hukum preventif atau pengawasan tidak dapat dilakukan lagi, karena disini posisi perusahaan penambang emas tersebut ialah belum ada atau tidak ada izin pengoperasian, dan pada kasus tersebut terlihat bahwapenambangan tanpa izin tersebut sudah lama beroperasi sebelum diketahuinya bahwausaha-usaha tersebut tidak mengantongi izin. Maka oleh karena itu tindakan yang dilakukan pemerintah ialah melakukan penegakkan hukum dalam bentuk penerapansanksi (represif).
Selain banyaknya perusahaan yang tidak memiliki izin usaha pertambangan, dari pertambangan tersebut telah merusak lingkungan dan merugikan masyarakat sekitarnya, karena terjadi pencemaran lingkungan, yaitu disebabkan olehlimbah tambang tersebut, mengakibatkan tercemarnya aliran sungai.Berdasarkan Pasal 1 angka 12 UU No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup, bahwa “ Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalamlingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingka
tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukkannya “.
Maka pada kasus tersebut pemerintah dapat menerapkan sanksi administrasi yang ada yaitu Bestuurdwang ( paksaan pemerintah ) dan Dwangsom ( Uang paksa ).
Penerapan paksaan pemerintah merupakan bentuk sanksi administrasi berupakarakter yuridis, ialah dilakukan dalm bentuk tindakan nyata untuk mengakhiri suatukeadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi. Dalam penerapan paksaanpemerintah tidak melalui proses peradilan, karena penerapan sanksi ini merupakan wewenang eksekutif sebagai organ pemerintah, tepatnya dilaksanakan oleh Kepaladaerah yang dibantu oleh Satuan Polisi Pamong Praja.
Seperti yang disebutkan padaPasal 148 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 Tentang pemerintah daerah, bahwa Satpol PP bertugas menegakkan peraturan daerah.Gubernur atau Kepala daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan pemerintah untuk mengakhiri terjadinya pelanggaran serta menanggulangi akibat yangditimbulkan oleh pelanggaran berupa aktifitas pertambangan emas tanpa izin. Disini Satuan Polisi Pamong Praja membantu melakukan penghentian paksa aktifitaspertambangan di lapangan, menyegel tempat pertambangan serta menyita barang- barang terkait aktifitas pertambangan. Kemudian, berdasarkan kerugian yang dirasakanmasyarakat, yaitu pencemaran air sungai akibat limbah pertambangan. Bagi peroranganmaupun perusahaan tambang tersebut juga dapat dikenakan sanksi uang paksa, sesuai dengan Pasal 87 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup menyebutkan bahwasanya Si pelanggar harus melakukan ganti rugi.
Hal ini adalah realisasi dari azas yang ada dalam lingkungan hidup, yang disebut Azas Pencemar membayar, selain diharuskan membayar ganti kerugian, pencemar dan/atauperusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakanhukum tertentu, misalnya memulihkan kembali fungsi lingkungan hidup yang telahtercemari.
Ketiga:
Pertanggungjawaban Tindakan Pertambangan Emas Tanpa Izin.
Mengenai siapa yang tepatnya bertanggung jawab pada kasus di atas ialah perorangan dan perusahaan yang melakukan aktifitas pertambangan illegal tersebut.Bagi perusahaan yang melakukan usaha pertambangan emas tanpa izin tersebutdapat dikenakan sanksi uang paksa berupa uang sebagai ganti kerugian atas apa yangmenimpa masyarakat yang merasakan dampak limbah dari usaha pertambangan tersebut.Bagi mereka atau orang yang berperan vital dalam pertambangan emas tanpa izintersebut, maka dapat dikenakan Pasal 31 ayat (1) UU No. 11 Tahun 1967 TentangKetentuan-
ketentuan Pokok Pertambangan,
Dihukum dengan hukuman penjaraselama-lamanya enam tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Lima ratus ribu rupiah,barang siapa yang tidak mempunyai kuasa pertambangan melakukan usaha pertambangan.
KESIMPULAN ANALISIS
Dari analisis kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa penambangan emas disepanjang sungai Landak, Mandor dan Mempawah Provinsi Kalbar tersebut adalah illegal, karena tidak mengantongi izin dari instansi terkait. Kemudian akibat aktifitas pertambangan emastersebut menimbulkan pencemaran, kerusakan lingkungan hidup akibat limbah yangdihasilkan dari aktifitas pertambangan tersebut, sehingga menyebabkan kerugian bagimasyarakat setempat.
Pada kasus ini upaya penegakkan hukum yang dapat dilakukan pemerintah ialah penerapan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah (Bestuurdwang).
Pemerintah Kab Landak diminta untuk melakukan ijin WPR terseleksi bagi masyarakat Landak.
Disadur dari:
http://www.academia.edu/4710650/Analisis_Hukum_Kasus_Pertambangan_Emas_Tanpa_Izin_PETI_di_Sungai_Batanghari_Provinsi_Jambi
No comments:
Post a Comment