There are also concerns that transmigration is a weapon of genocide that in subtle but systematic extermination efforts for indigenous Papuans.
Transmigration program in Papua
Lately there is a new trend among activists care about the future of Papua. They reject the transmigration program in the region.
A palm oil plantation managed by PT. New Nabire
(PT NB) in the district. Nabire with a total land area of about 10 thousand hectares of questionable legality aspect. Issues ranging from environmental impact, has not received compensation for land owners citizens of customary rights, the release of land forced by society to concern that oil palm plantations will have an impact on the growing number of immigrant population in Papua.
There are also concerns that transmigration is a weapon of genocide that in subtle but systematic extermination efforts for indigenous Papuans.
The reasons raised by the above, there is certainly some truth. Why?
1. Nabire District has 81 villages and 14 districts. Commodities in this region based on data from BPS Papua province was the agriculture and services. Commodities feature is Cocoa, Coffee, Coconut, Clove, and Cashew. Agricultural commodity subsectors that superior form of Maize and Cassava. From the above data, it seems clear that the region Kabuten Nabire, absolutely not plotted (read: general plan layout) for oil palm plantations.
2. According to Assistant II Secretariat Nabire, Benjamin Rubber, SH, MAP, oil palm plantation land in question was sebetulanya former concession area of PT Jati Dharma Indah (JDI). JDI parties still claim the status of the land is still owned by the deadline HPH 2017. If there is mutual claims between the two investors is, of course, ultimately, local communities will feel the impact. Which also means, the local government has merekayasi permit for PT. New Nabire.
3. From the aspect of environmental impact, many campaigned by international NGOs such as Green Peace and WALHI that palm oil plantations are always leaving the conflict cases that resulted in the seizure of land casualties. This is related to the irregularities giving concessions are made on the basis of corruption. Examples of cases in Lampung Mesuji example.
4. From the economic aspect, the presence of oil palm plantations, are not necessarily bring prosperity to the local people, because the owners tend to hire labor from outside the area. So the desire for local mesejahterakan sometimes just empty promises.
From the brief description above, it seems the problem of oil palm plantations in Nabire be reviewed. Papua is loaded with many problems. Do not add a burden to the Papua region with programs that are not rational. Edges will only prolong the conflict in the region. Let Papuans live peacefully in their own land.
Generasi Papua
Belakangan ini ada trend baru di kalangan aktivis peduli masa depan Papua. Yaitu menolak program transmigrasi di wilayah itu.
Belakangan ini ada trend baru di kalangan aktivis peduli masa depan Papua. Yaitu menolak program transmigrasi di wilayah itu.
Sebuah perkebunan Kelapa Sawit yang dikelola PT. Nabire Baru (PT NB) di wilayah Kab. Nabire dengan total luas lahan sekitar 10 ribu hektar dipersoalkan aspek legalitasnya. Mulai dari masalah dampak lingkungan,
kompensasi lahan yang belum diterima warga pemilik hak ulayat,
pelepasan tanah secara terpaksa oleh masyarakat hingga kekhawatiran
bahwa perkebunan kepala sawit akan berdampak pada semakin banyaknya
warga pendatang di Papua.
Juga ada kekhawatiran bahwa transmigrasi
1. Kabupaten Nabire memiliki 81 Desa dan 14 Kecamatan. Komoditi unggulan di wilayah ini berdasarkan data dari BPS Provinsi Papua adalah sektor pertanian dan jasa. Komoditi unggulannya adalah Kakao, Kopi, Kelapa, Cengkeh, dan Jambu Mete. Sub sektor Pertanian komoditi yang diunggulkan berupa Jagung dan Ubi Kayu. Dari data di atas, tampak jelas bahwa wilayah Kabuten Nabire, sama sekali tidak diplot (baca : rencana umum tata ruang) untuk perkebunan kelapa sawit.
2. Menurut
Asisten II Setda Kabupaten Nabire, Benyamin Karet, SH, MAP, lahan
perkebunan kelapa sawit yang sedang dipermasalahkan itu sebetulanya eks
lahan HPH milik PT Jati Dharma Indah (JDI). Pihak JDI masih mengklaim status lahan tersebut masih menjadi miliknya dengan batas akhir HPH 2017. Jika
terjadi saling klaim antar kedua investor tersebut, tentu
ujung-ujungnya, masyarakat lokal yang akan merasakan dampaknya. Yang
berarti pula, Pemda setempat telah merekayasi ijin bagi PT. Nabire Baru.
3. Dari
aspek dampak lingkungan, sudah banyak dikampanyekan oleh LSM
internasional seperti Green Peace dan WALHI bahwa perkebunan kelapa
sawit selalu meninggalkan kasus-kasus konflik perebutan lahan yang berakibat pada jatuhnya korban jiwa. Ini terkait dengan ketidakberesan pemberian HPH yang dibuat dengan dasar korupsi. Contoh kasus di Mesuji Lampung misalnya.
4. Dari
aspek ekonomi, keberadaan perkebunan kepala sawit, tidak mesti membawa
kesejahteraan bagi warga sekitar, karena pemilik perusahaan cenderung
mempekerjakan tenaga kerja dari luar daerah. Sehingga keinginan untuk
mesejahterakan masyarakat lokal kadang hanya janji-janji kosong.
Dari
uraian singkat di atas, kiranya masalah perkebunan kelapa sawit di
Nabire dapat ditinjau kembali. Papua sudah sarat dengan banyak
persoalan. Jangan menambah beban bagi wilayah Papua dengan
program-program yang tidak rasional. Ujung-ujungnya hanya akan
memperpanjang konflik di wilayah ini. Biarkan orang Papua hidup damai di
tanahnya sendiri.
Perang Suku di PapuaSumber:http://politik.kompasiana.com/2012/01/09/jangan-paksakan-program-transmigrasi-di-papua-428785.html
No comments:
Post a Comment