Wednesday, January 13, 2016

KAYAU -“Psychology of Good and Evil”


KAYAU -“Psychology of Good and Evil”

 
Endang Mariani Rahayu

Panglima Dayak

Sebab kasus SAMPIT ?,
Banyak sebab yang membuat suku Dayak seakan melupakan asazi manusia, baik langsung maupun tidak langsung. Masyarakat suku Dayak di Sampit selalu terdesak dan selalu mengalah. Dari kasus dilarangnya menambang intan di atas tanah adat mereka sendiri karena dituduh tidak memiliki izin penambangan. Hingga kampung mereka yang harus berkali-kali pindah tempat karena harus mengalah dari para penebang kayu yang mendesak mereka makin ke dalam hutan. Sayangnya, kondisi ini diperburuk lagi oleh ketidakadilan hukum yang seakan tidak mampu menjerat pelanggar hukum yang menempatkan masyarakat Dayak menjadi korban kasus-kasus tersebut.
Tidak sedikit kasus pembunuhan orang dayak (sebagian besar disebabkan oleh aksi premanisme Etnis Madura) yang merugikan masyarakat Dayak karena para tersangka (kebetulan orang Madura) tidak bisa ditangkap dan di adili oleh aparat penegak hukum.
(   http://adminkece.blogdetik.com/2012/04/03/awal-mula-terjadinya-tragedi-sampit/  )


 Endang Mariani Rahayu

Penulis: Dara Adinda Kesuma Nasution

Memahami Konflik Sampit Lewat Perspektif “Psychology of Good and Evil”
Senin (11/1/2016), Fakultas Psikologi UI menggelar sidang promosi doktor terhadap Endang Mariani Rahayu dengan disertasi berjudul “Ketika Kayau menjadi Pilihan: Memahami Peran Arketipe dan Skrip Budaya dalam Mengubah Orang Biasa Menjadi Pelaku Kayau”. Sidang terbuka yang dilaksanakan di Gedung H Fakultas Psikologi ini dipimpin oleh Dekan Fakultas Psikologi UI, Dr. Tjut Rifameutia Umar Ali, M.A.
Tradisi kayau yang menjadi objek kajian Endang merupakan tradisi perburuan kepala manusia (headhunting) yang dilakukan oleh suku Dayak di Kalimantan. Dalam disertasinya, Endang mengulas bagaimana tradisi kayau yang telah ditinggalkan sejak Rapat Damai Tumbang Anoi tahun 1894 karena dianggap mengandung unsur kekejaman ini kembali dipraktikkan pada konflik antarsuku di Sampit tahun 2001.
Penelitian yang menggunakan paradigma psychology of good and evil ini juga mencoba menjelaskan apa yang membuat orang-orang biasa (ordinary people) dapat melakukan tindakan kayau yang dalam konteks budaya masa kini dipersepsi sebagai tindakan di luar batas kemanusiaan.
“Tesis yang saya ajukan adalah bahwa dalam situasi konflik, di saat identitas kolektif dan kolektif emosi lokal diaktivasi, maka sebuah arketipe budaya yang mengandung ide jahat, yang telah “tidur” (dormant) lebih dari satu abad dapat bangkit kembali dan membatasi pilihan alternatif tindakan dalam pemencahan masalah,” tutur Endang.
Dengan kata lain, memori kolektif masyarakat Dayak tentang kayau ini berperan mengubah orang biasa dan bukan perilaku kriminal menjadi orang yang mampu bertindak luar biasa kejam. Pembentukan memori kolektif ini dapat terjadi karena ide tentang kayau masih direproduksi dari generasi ke generasi lewat dongeng pengantar tidur yang disampaikan oleh orang tua kepada anaknya.
Oleh karena itu, Endang menyarankan untuk melakukan penggantian konten narasi yang diceritakan. “Sulit untuk melarang proses reproduksi narasi ini karena sudah turun temurun. Namun, konten narasi bisa diganti dengan kearifan lokal karena suku Dayak bukan punya budaya konflik aja, tapi juga kisah-kisah integrasi,” ujar Endang.
Setelah mempertahankan disertasinya, Tim Penguji memutuskan mengangkat Endang sebagai doktor ke-115 Fakultas Psikologi UI dengan predikat sangat memuaskan. Perempuan kelahiran 1966 ini berhasil menyelesaikan masa studinya dengan IPK 3,89. Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si selaku Promotor mengungkapkan, “Ini studi terbaik yang pernah saya bimbing. Bisa dikatakan, disertasi ini merupakan penelitian psikologi pertama tentang psychology of good and evil di Indonesia.”

 Kepala Kayau



No comments:

Post a Comment